Sabtu, 17 September 2011

TIPS APABILA KENDARAAN ANDA DITILANG POLANTAS

TIPS APABILA KENDARAAN ANDA DITILANG POLANTAS


1. Jangan panik, tenangkan diri Anda
2. Tepikanlah kendaraan Anda.
3. Siapkan SIM, STNK.
4. Kenali nama dan pangkat Polantas tersebut. Jangan hentikan kendaraan bila ada orang yang berpakaian preman mengaku sebagai Polantas.
5. Tanyakan kesalahan anda, pasal yang dilanggar dan berapa dendanya. Anda dapat meminta untuk turut melihat tabel pelanggaran yang dimiliki Polantas.
6. Cek apakah tuduhan pelanggaran Polantas tersebut benar atau tidak.
7. Bila tuduhan pelanggaran tidak benar, ajukan keberatan anda dengan sopan dan jangan tanda tangani surat tilang. Terimalah Surat Tilang tersebut sebagai panggilan sidang. Tanyalah tempat, hari dan jam sidang. Ingatlah kronologis kejadian. Anda akan beradu argumentasi dengan polisi tersebut di depan hakim.
8. Bila tuduhan pelanggaran tersebut benar, tanda tanganilah surat tilang. Tanyakan di mana dan kapan Anda harus membayar denda serta di mana dan kapan mengambil barang sitaan baik berupa surat atau kendaraan.
9. Jangan ragu-ragu untuk bertanya bila ada sesuatu yang tidak Anda ketahui atau tidak beres pada Surat Tilang.
10. Laporkan perilaku oknum polisi yang tidak memenuhi prosedur. Anda dapat hubungai Dinas Penerangan (Dispen) POLRI di nomor telepon 5234017, 5709250 untuk ketarangan lebih lanjut.
11. Jangan mencoba untuk menyuap Polantas. Anda dapat dikenakan sanksi untuk usaha menyuap pegawai negeri.

                                                Cacatan  oleh La Ode Muhammad Rauda pada 18 Agustus 2009

TAKUT KEPADA PREMAN

Ilustrasi.

Pada suatu ketika terdapat seorang yang tidak memiliki rasa takut, dapat dikatakan dirinya tidak memakai aturan yang mengikat dirinya terhadap keberadaan orang lain, pemenuhan hak dan kewajiban terhadap sesama makhluk. Orang ini kerap tidak dapat mengendalikan dirinya, berbuat sesukanya bebas tanpa nilai penghormatan keberadaan sekeliling. Lebih dekat kepada permusuhan, ketakutan orang lain terhadapnya, pada intinya dunia kejahatan. Tahukah teman – teman, seorang macam apakah dia ?. Dia adalah preman dalam globocitra humanika kontemporer.



Defenisi.

Takut adalah sifat dasar manusia, diekspresikan dalam mempertahankan diri atas ancaman yang memungkinkan tidak seimbangnya stabilitas pribadi. Ia merupakan emosi, seperti halnya marah. Menyimpan rasa takut dalam diri, membuat menjadi tersiksa, hendak mencari penyelesaiannya, memusnahkannya, mencari pelampiasan, kamuflase, sampai merasa yakin bahwa rasa takut yang ada benar – benar bukan merupakan ancaman. Takut berawal dari kondisi luar maupun dalam diri manusia atas kekhawatiran pada ancaman berimbang dengan kemampuan pertahanan, terlebih bila yang pertama lebih besar lalu kemudian mengalahkan pembelaan diri. Dalam kejadiannya, berlangsung proses kimia dalam otak, lalu mempengaruhi sistem kerja syaraf, maka tubuh mempercepat detak jantung, tekanan aliran darah menjadi tinggi, orang – orang mata membesar, kelenjar keringat membesar dan meningkatkan produksi keringat, melemaskan persendian, menimbulkan kecemasan secara psikis, maka melalui perhitungan antara kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman kemudian tubuh melalui mengartikan sinyal yang ada sebagai bahaya terhadapnya, yang dikenal dengan nama Takut.

Secara harfiah menurut asumsi saya, Preman merupakan gabungan dari dua kata yakni Pre dan Man, merupakan peluluhan dari kata bahasa Inggris untuk Free dan Man, yang masing – masing bermakna bebas dan lelaki. Selalu di sebut Free Man, Free Man, lalu berubah untuk tata pelafalan orang Indonesia, PREMAN. Maka sampai hari ini kita mengenal sebutan Preman.



Ikhtiari.

Sempat diberikan predikat demikian atau tidak, sebenarnya jika mau mengakui dalam setiap diri pribadi kita terdapat gejolak yang terkadang mengarahkan diri untuk lepas bebas tanpa ikatan nilai. Memberontak pada kukungan aturan yang mengekang. Hendak berbuat sesuai kehendak hati, berpikir, bergerak, berpendapat seenak diri. Terdapat potensi kelainan jiwa yang kalau dalam dunia psikologi dikatakan bahwa setiap manusia memiliki gangguan jiwa. Preman adalah ungkapan sepintas penggambaran aktifitas manusia yang kurang bahkan tidak menghargai nilai – nilai kemanusiaan. Setiap manusia memiliki potensi untuk berperilaku demikian. Hanya penerapannyalah yang menjadikannya sehingga dikatakan bahwa dia adalah preman atau bukan.



Preman adalah manusia, kita adalah manusia. Mereka bisa main kelereng, kita juga bisa. Mereka tidur dan kita juga tidur. Intinya mereka bisa makan nasi sebagaimana halnya diri kita. Tidak beda. Yang beda hanya nama, TTLx, hobinya, nama pacar or kekasihnya, bentuk fisiknya, dll. Lain dari itu sama.



Kebanyakan orang takut kepada preman, dalam realitasnya ancaman kata – kata, fisik, suasana, serta lingkungan. Tahukah teman – teman, preman adalah manusia yang hanya disinggahi oleh relatifitas pengaruh buruk, sementara pengaruh buruk adalah sesuatu yang rendah di hadapan manusia. Hanya bisa mempengaruhi. Mati dengan benar melawan mereka merupakan idealisasi. Jadi jangan takut, takut kepada sesuatu yang hakekatnya rendah.



Seorang anak kecil ketika lahir ke atas dunia, memandang kepada dirinya yang terbentuk atas daging ibunya, darah hasil usaha bapaknya, merupakan terbaik diri dari orang tuanya yang membuatnya sampai berupaya mengerti isi tulisan ini. Membesarkannya dengan kasih sayang, namun setelah dewasa mereka mengetahui anaknya tesakiti oleh preman, pada dasarnya diri mereka yang tersakiti. Membuat orang tua sedih, takut, malu, tersakiti adalah tabu. Takut kepada preman adalah tabu, karena jika takut maka berarti telah menzalimi diri. Sekiranya diri ini berkurang karena preman, maka berarti diri ini yang merupakan tulang berbalut daging hasil diri ibu kita sendiri tersakiti. Ibu kita tersakiti terlepas apakah ia mengetahuinya atau tidak. Menyakiti ibu sendiri adalah durhaka, dan tidak ada yang lebih disesalkan dari durhaka.



Tidak ada alasan untuk menjadi takut kepada preman. Ketika kita berjalan, berhadapan dengan orang lain, sesungguhnya kita adalah representatif dari kedua orang tua kita. Kewajiban kita untuk menjaga harga diri orang tua kita. Sebaiknya orang banyak tidak usah tahu mengenai siapa orang tua kita, karena keburukan yang kita lakukan akan menimpa mereka walaupun tanpa mereka restui. Sadar atau tidak sadar, seperti itulah cara pandang orang – orang tua yang ada di Tanah Buton, eksistensi manusia dalam aktifitas hubungan. Terdapat beberapa jalan yang bisa digunakan untuk penanganannya, salah satunya yakni Baku Mati.


Namun baku mati ini dapat dihindari jika konsep Sara Pata Anguna dapat termanifestasi dalam ide yang mewujud pada perikelakuan kehidupan sehari – hari. Berupaya memahami diri, keberadaan orang lain dengan memulainya melalui memahami, mengenal diri sendiri. Dalam penggambarannya ketika mencubit diri sendiri akan menimbulkan rasa sakit, demikian halnya kepada orang lain. Tapi pada dasarnya hanya satu jalan terakhirnya, baku mati.


                                      Cacatan  Oleh: La Ode Muhammad Rauda pada 06 Desember 2009

Senin, 12 September 2011

Sejarah Sang Naga Di Pantai Kamali

Naga dikenal sebagai hewan mitis yang tidak pernah ada, namun seakan pernah hidup dalam folklor atau dongeng bangsa Cina. Keberadaan naga di Buton bisa tafsir bahwa di masa lalu, pernah terjadi kontak atau dialog dengan kebudayaan Cina melalui kehadiran sejumlah tokoh asal Cina di tanah Buton.

Misalnya adalah pria yang dikenal sebagai Dungku Changia. Tokoh ini sangat penting sebab punya andil besar pada terbentuknya Kerajaan Buton, sekitar 500 tahun silam. Menurut sejarawan lokal di Buton, tokoh ini merupakan salah seorang dari tiga laksamana Mongol yang datang ke Tanah Jawa untuk menghukum Raja Kertanegara, Raja Singosari yang terakhir. Dikisahkan bahwa pada masa itu, Kertenegara tidak mau tunduk pada kekuasaan Mongol dan melukai utusan Mongol bernama Meng Chi yang datang menghadap. Penghinaan ini dibalas Mongol dengan mengirimkan ribuan armada perang untuk menghukum Kertanegara, dan salah satu dari tiga laksamana yang memimpin armada itu adalah Dungku Changia atau Kau Shing.

Sayangnya, setiba di jawa, ternyata pemerintahan Kertanegara sudah berakhir sebab dikudeta oleh Jayakatwang dari Kediri. Seorang pria bernama Raden Wijaya berhasil memperalat bangsa Mongo, tersebut untuk menyerang Jayakatwang, kemudian ia juga berhasil memperdaya pasukan Mongol itu sehingga berhasil dikalahkan dengan cara yang licik. Ini adalah versi sejarah yang sangat populer di Indonesia. Namun, sejarah hanya mencatat bagaimana Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit dan mendapatkan kejayaan di Nusantara. Sejarah tak punya cerita bagaimana selanjutnya nasib ketiga laksamana yang memimpin bala tentara Mongol tersebut.

Nah, orang Buton punya cerita bagaimana kelanjutan kisah tersebut. Bersama pengiringnya, Kau Shing melarikan diri dan tak hendak kembali ke Mongol. Dia lalu singgah ke Tanah Buton dan kemudian mengaku sebagai Dungku Cangia. Banyak sejarawan lokal yang menduga bahwa ikhwal naga ini berawal dari kehadiran Dungku Cangia di Tanah Buton.

Namun, itu hanyalah satu versi sejarah yang paling populer. Saya juga menemukan versi lain di sini. Naga populer bernama Lawero itu pernah hidup di Buton pada suatu masa. Kata sejarawan itu, Lawero tidak sama dengan naga, namun bentuknya mirip dengan naga. Lawero berbentuk seperti ular, namun punya surai atau semacam rumbai-rumbai di badannya. Hewan itu berukuran kecil seperti jari tangan, dan biasa ditemukan di pohon libo (saya tidak tahu apa nama latin pohon ini, namun waktu kecil buahnya sering saya jadikan roda untuk mobil-mobilan).

Lawero bisa berkok seperti ayam. Dulunya, Lawero bisa ditemukan di Buton, namun belakangan ini sudah lenyap. Menurut versi yang saya temukan, gambar Lawero yang paling mendekati kenyataan adalah patung yang dulunya dipasang di atap rumah anjungan Sulawesi Tenggara di Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta. Sayangnya, pada masa Gubernur Laode Kaimuddin, rumah tersebut sudah dibongkar dan diganti dengan rumah adat lainnya. Menurut sejarawan yang saya wawancarai tersebut, replika yang sekarang ini paling mendekati kenyataan adalah patung Lawero di atap Kantor Bupati Buton di Pasarwajo. Sayangnya, bentuk hiasan di kepalanya berbentuk seperti jambul ayam. Padahal, sesungguhnya tidak demikian. Yah, itulah mitos. Selalu kontroversial.(*)